Seorang bocah kecil tampak sedang
berjalan riang menuju masjid
bersama ayahnya. Sesekali sang
ayah harus mengangkatnya untuk
menghindari jalanan yang becek.
“Ayah! Mengapa sih kita harus sholat
di masjid?” tanya sang bocah tiba-
tiba.
“Karena kita ini bukan ulama, Nak”
sahut ayahnya cepat.
“Berarti kalau ulama tidak harus
sholat di masjid?” sergah sang anak.
Sang ayah tersenyum. Di atas
sebuah batu besar di pinggir jalan,
dipangkunya si bocah dengan penuh
rasa sayang.

“Anakku. Setiap muslim itu pada
dasarnya wajib membesarkan nama
agama Islam. Ulama sih jelas
caranya. Mereka berdakwah. Tapi kita
tidak, kan? Nah, yang paling mungkin
kita lakukan adalah selalu sholat di
masjid. Sebab kalau masjid
jama’ahnya banyak, sama saja kita
sudah membesarkan nama agama
Islam. Kalau ada ulama rajin sholat
di masjid, pahalanya jelas berlipat-
lipat tuh. Sudah berdakwah, eh masih
ditambah meramaikan masjid”
Si bocah manggut-manggut tanda
mengerti. Dalam hati dia
membenarkan pendapat ayahnya.
“Kalau orang biasa tapi malas ke
masjid gimana, Ayah?” tanya si
bocah.
“Hm...mereka harus suka
menyumbangkan hartanya untuk
kepentingan masjid” jawab sang ayah
lugas.
“Kok gitu sih, Ayah?”
“Anakku. Masjid itu baitulloh,
rumahnya Allah. Siapapun yang rajin
bertamu ke rumah Allah, suatu saat
di akhirat akan masuk dalam daftar
tamu Allah di surga. Untuk orang
yang malas atau tidak sempat ke
masjid, harta merekalah yang harus
rajin bertamu ke rumah Allah. Paling
tidak suatu saat di akhirat, harta
yang rajin mereka sumbangkan akan
membuat mereka dikenali juga
sebagai orang yang cinta pada
rumah Allah. Jadi mereka pun insya
Allah akan terdaftar sebagai tamu
Allah”.
Si bocah kembali manggut-manggut.
Penjelasan ayahnya membuat rasa
penasarannya terpuaskan.
“Ayah. Kita kan rajin sholat di masjid.

Tapi mengapa Ayah selalu menyuruh
saya mengisi celengan masjid?”
“Nak. Kalau kita cuma rajin
berjama’ah, kita hanya akan terdaftar
sebagai tamu biasa. Tapi kalau kita
tambah dengan rajin mengisi
celengan masjid, insya Allah di
akhirat kelak kita akan terdaftar
sebagai tamu istimewa Allah. Kita
kan bayarnya dobel”
“Iya juga sih. Eh, Ayah. Sudah adzan
tuh. Ayo berangkat lagi”
Ayah dan anak itu pun kembali
melanjutkan perjalanannya menuju
masjid. Agak berbeda dengan
biasanya, si bocah terlihat sangat
ceria. Lagi pula siapa yang tidak
ingin menjadi tamu istimewa Allah.

Satria Fath


Previous
Next Post »
Terima kasih sudah berkomentar